beritarepublikviralnews. com. Batam — Menjelang puncak arus mudik dan balik Natal 2025 serta Tahun Baru 2026 (Nataru), persoalan klasik kembali mencuat di Kepulauan Riau. Sistem penjualan tiket daring kapal penyeberangan yang diterapkan ASDP Cabang Batam menuai kritik tajam masyarakat. Alih-alih menghadirkan kemudahan dan kepastian layanan, mekanisme digital tersebut justru dinilai menyulitkan, tidak transparan, dan disinyalir membuka ruang praktik menyimpang.
Sejumlah calon penumpang mengeluhkan sulitnya memperoleh tiket melalui aplikasi maupun laman resmi. Akses situs kerap terganggu, kuota dinyatakan habis dalam waktu singkat, sementara alur transaksi dianggap berbelit. Kondisi ini memicu kekecewaan luas, terlebih pada periode libur panjang akhir tahun yang sarat kebutuhan perjalanan keluarga, sosial, dan keagamaan.
Juned, salah seorang calon penumpang, mengungkapkan bahwa tiket rute Batam–Tanjung Uban–Buton hampir selalu berstatus habis secara sistem. Namun, di sisi lain ia memperoleh informasi bahwa kuota dapat “muncul kembali” bila diakses melalui oknum tertentu dengan tambahan biaya. Fakta ini menimbulkan kecurigaan kuat adanya permainan di balik sistem tiket daring. Menurutnya, pola pembelian manual di loket pada tahun-tahun sebelumnya justru lebih mudah, terbuka, dan memberi kepastian bagi masyarakat.
Keluhan senada disampaikan Abu Bakar. Ia mempertanyakan logika ketersediaan tiket yang selalu habis di sistem, sementara kondisi pelabuhan tampak tidak padat. Perjalanannya bersifat mendesak karena telah direncanakan bersama keluarga besar, termasuk kerabat dari Johor, Malaysia, yang lebih dulu berada di Batam. Situasi tersebut memperkuat dugaan adanya kepentingan tertentu yang memanfaatkan celah sistem untuk meraup keuntungan pribadi.
Di mata warga, problem ini bukan semata persoalan teknis, melainkan menyangkut prinsip keadilan akses layanan publik. Sistem tiket daring yang belum sepenuhnya siap dinilai berpotensi merugikan penumpang, khususnya masyarakat kecil yang tidak memiliki akses alternatif. Karena itu, desakan agar ASDP Cabang Batam membuka kembali pembelian tiket manual di loket—setidaknya sebagai opsi paralel—kian menguat demi menjamin transparansi dan akuntabilitas.
Hingga berita ini disusun, belum ada pernyataan resmi dari pihak ASDP Cabang Batam menanggapi rangkaian keluhan tersebut. Namun publik berharap manajemen segera melakukan evaluasi menyeluruh, memperbaiki tata kelola sistem, serta memastikan distribusi tiket selama masa Nataru berlangsung adil, lancar, dan bebas dari praktik pungutan liar.
Lebih jauh, masyarakat Kepulauan Riau meminta pemerintah daerah dan instansi pengawas untuk turun tangan secara aktif. Pengawasan lintas sektor dinilai krusial agar transportasi penyeberangan—sebagai urat nadi mobilitas wilayah kepulauan—dikelola secara profesional. Bahkan, mengemuka wacana membuka ruang bagi pelayaran swasta melayani rute strategis seperti Batam–Buton, Batam–Tungkal, dan Batam–Tanjung Uban sebagai langkah antisipatif terhadap lonjakan penumpang.
Perkara tiket penyeberangan ini menjadi sorotan serius karena menyentuh kebutuhan dasar mobilitas warga. Publik berharap, momentum Nataru tidak lagi dibayangi ketidakpastian layanan. Yang dituntut adalah sistem transportasi yang berpihak pada kepentingan umum—adil, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan—agar silaturahmi dan aktivitas sosial masyarakat dapat berlangsung tanpa hambatan di momen-momen penting akhir tahun.
( NT )

