Banyuasin, BRV.com Isu baru mencuat menjelang aksi turun ke lahan oleh sekitar 200 warga Desa Pangkalan Benteng, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, yang berlangsung pada 31 Juli 2025. Warga dikejutkan dengan kemunculan papan nama bertuliskan PT Tata Buana Agro (TBA) di lokasi lahan yang selama ini mereka yakini dikuasai oleh PT Swarna Cinde Raya (SCR).
Aksi ini merupakan lanjutan dari unjuk rasa sebelumnya pada 17 Juli 2025 yang hanya melibatkan sekitar 50 warga. Tujuannya tetap sama: merebut kembali lahan yang diklaim sebagai warisan leluhur mereka, dan yang diduga dikuasai secara sepihak oleh pihak perusahaan perkebunan sawit.
“Selama ini kami tahu yang kuasai tanah kami adalah PT SCR. Kasus ini sudah sampai ke istana negara. Namanya demikian, dan pemiliknya kami kenal sebagai David Dinamianto atau David Seling,” ujar HM, salah satu warga.
“Tapi bagi kami, bukan soal nama perusahaannya. Intinya, objek tanah kami ada di situ,” tegasnya.
Koordinator aksi juga menegaskan bahwa perjuangan tidak akan berhenti meski terdapat dinamika di lapangan.
“Biar sebagian warga tempuh jalur diplomasi, kami tetap dengan aksi. Ini bukan perkara baru,” ujar IR, warga lainnya.
Sementara itu, beredar kabar bahwa Djoni Jasin—tokoh yang disebut-sebut memiliki pengaruh—telah mendatangkan tim yang disebut berafiliasi dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ke Palembang. Namun hingga kini, identitas tim tersebut belum dibuka ke publik.
Yayasan Kormis Timur Angkat Bicara: Nasib Kami Sama
Di tengah simpang siur soal keberadaan PT TBA, perwakilan dari Yayasan Kormis Timur akhirnya buka suara. Mereka menyatakan bahwa sengketa tanah yang mereka hadapi juga melibatkan perusahaan yang sama, yakni PT TBA, yang disebut-sebut masih terafiliasi dengan David Seling.
Menurut Bendahara Yayasan, Murni Napitupulu, lahan mereka didapatkan secara sah dari masyarakat Pangkalan Benteng pada tahun 2002, dengan dokumen kepemilikan yang diakui secara hukum. Namun saat ini, lahan tersebut diklaim telah dikuasai sepihak oleh PT TBA.
“Kami sangat mendukung perjuangan masyarakat Pangkalan Benteng. Kami pun merasa tertindas. Tanah kami juga dikuasai oleh David Seling melalui PT TBA,” ungkap Murni.
Murni menjelaskan bahwa Yayasan Kormis Timur telah menempuh jalur hukum dengan menggugat ke pengadilan perdata. Namun, gugatan tersebut diputus dengan status Niet Ontvankelijk verklaard (NO)—yang artinya gugatan tidak diterima karena alasan administratif, bukan kalah dalam pokok perkara.
“Jadi kalau ada yang bilang kami kalah, itu tidak benar. Putusan NO itu artinya belum masuk ke substansi perkara,” tegasnya.
Ironisnya, setelah putusan tersebut, PT TBA justru disebut memperluas penguasaan atas tanah yang disengketakan.
“Setelah putusan NO, mereka tambah lagi sekitar 100 hektar. Ini sangat kami sayangkan,” ujar Murni.
Potensi Aksi Gabungan, Masyarakat Bersatu Melawan Ketidakadilan
Dengan dua kelompok korban—masyarakat Desa Pangkalan Benteng dan Yayasan Kormis Timur—menghadapi masalah serupa di lokasi berdekatan, potensi aksi gabungan pun semakin terbuka. Apalagi, kedua pihak sama-sama menuding keterlibatan sosok yang sama: David Dinamianto alias David Seling.
Situasi semakin panas. Masyarakat berharap ada penyelesaian yang adil dan transparan, serta keterlibatan aktif dari pemerintah dalam menangani konflik agraria berkepanjangan ini.
Baik masyarakat maupun Yayasan Kormis Timur telah berkomitmen untuk melanjutkan perjuangan mereka demi tegaknya keadilan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
(Rilis Dewausil)