Palembang, BR-V.com – Dunia pendidikan di Kota Palembang tengah menghadapi krisis serius. Ribuan lulusan SMP tahun ajaran 2024/2025 hingga saat ini belum mendapatkan sekolah, lantaran keterbatasan daya tampung di jenjang SMA dan SMK Negeri. Kondisi ini memicu keprihatinan berbagai kalangan, termasuk aktivis, LSM, hingga pemerhati pendidikan yang menilai pemerintah provinsi tidak tanggap menyelesaikan persoalan mendesak ini.
Koalisi Pemerhati Pendidikan M. Ali Pudi menjelaskan bahwa Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Sumatera Selatan, jumlah lulusan SMP di Palembang pada tahun ini mencapai sekitar 28.000 siswa, baik dari sekolah negeri maupun swasta. Namun, daya tampung sekolah negeri justru sangat jauh dari cukup. Total kapasitas SMA Negeri hanya sekitar 7.900 siswa dan SMK Negeri sekitar 2.500 siswa. Artinya, hanya 11.000 siswa yang bisa ditampung di sekolah negeri.
Sementara itu, kata dia, sekolah swasta di Palembang yang memiliki daya tampung sekitar 12.000 siswa pun sudah menampung lebih dari 10.000 siswa. Artinya, setidaknya ada sekitar 6.000 siswa yang kini belum mendapatkan kepastian tempat sekolah. Lebih memprihatinkan, kata Ali mayoritas dari mereka berasal dari keluarga tidak mampu, yang secara ekonomi tidak memiliki pilihan selain berharap diterima di sekolah negeri.
M. Ali Pudi, menyebut situasi ini sebagai kondisi darurat pendidikan yang seharusnya mendapat perhatian penuh dari Gubernur Sumatera Selatan. Ia menilai respon pemerintah provinsi sejauh ini sangat lamban, bahkan terkesan pasif.
“Anak-anak ini hanya ingin melanjutkan pendidikan. Tapi karena lemahnya perencanaan dan minimnya kebijakan darurat, mereka justru menjadi korban. Apakah pemerintah tidak melihat bahwa ini adalah masalah serius yang menyangkut masa depan ribuan generasi muda Palembang?” tegas Ali Pudi,Selasa (29/07/2025).
Ali juga mengungkapkan bahwa berkali-kali para aktivis, LSM, dan ormas sudah menyuarakan persoalan ini melalui aksi damai di Kantor Gubernur maupun Dinas Pendidikan Provinsi. Namun hingga saat ini, belum ada solusi konkret. Pihak pemerintah justru menyampaikan bahwa mereka masih menunggu jawaban dari Kementerian Pendidikan terkait permintaan penambahan ruang belajar (rumbel) dan siswa per kelas.
“Sampai kapan harus menunggu? Anak-anak butuh kejelasan sekarang, bukan nanti. Kalau hanya bergantung pada surat-surat yang tidak jelas kapan datangnya, anak-anak ini bisa kehilangan kesempatan sekolah untuk satu tahun penuh,” tambahnya.
Berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Pemerhati Pendidikan, DPD Pekat Sumsel, GENCAR Indonesia, serta Koalisi LSM dan Ormas Bersatu Pendidikan menuntut agar Gubernur Sumsel segera mengambil langkah nyata. Mereka mendesak agar jumlah siswa per kelas dinaikkan dari 36 menjadi 40, serta kepala sekolah SMA/SMK di Palembang diminta bersikap terbuka dan kooperatif dalam menampung siswa tambahan.
Pihaknya berencana akan kembali aksi lanjutan yang lebih besar akan digelar pada Rabu, 30 Juli 2025 mendatang di Kantor Gubernur Sumsel. Bahkan menyatakan siap menginap hingga ada keputusan tegas dari Gubernur.
“Kami tidak main-main. Ini bukan hanya soal angka, tapi soal nasib dan hak anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Gubernur harus turun tangan langsung, jangan lepas tangan,” tegas Ali Pudi.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Gubernur Sumatera Selatan terkait langkah konkret untuk menampung siswa-siswa yang masih terkatung-katung tersebut.