BANYUWANGI, BERITAREPUBLIKVIRAL.COM –
Kasus dugaan penyerobotan tanah negara seluas kurang lebih 1.000 hektar di Desa Pakel, Banyuwangi, oleh PT Bumisari memasuki babak baru. Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 697/PDT/2025/PT SBY yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi, secara gamblang menyatakan bahwa tanah Desa Pakel tidak termasuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT Bumisari. Ironisnya, PT Bumisari memilih bungkam dengan tidak mengajukan kasasi, seolah mengakui penyerobotan yang telah berlangsung sejak tahun 1985.
Amir Ma’ruf Khan, saksi kunci dalam persidangan, mengungkap kepada Mas Media adanya indikasi persekongkolan jahat yang melibatkan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Banyuwangi, dengan dugaan perlindungan dari Tim Terpadu Kabupaten Banyuwangi dan Ketua Pengadilan Negeri Banyuwangi. Kasus ini bukan hanya soal lahan, tapi juga soal nasib warga yang dikriminalisasi.
Fakta-Fakta Penting yang Terungkap dari keterangan Amir ma’ruf Khan sebagai berikut.
1. Sejarah Tanah dan Hak Adat: Tanah Desa Pakel adalah tanah negara yang berasal dari hak lama, sesuai surat izin membuka tanah dari Bupati Banyuwangi tahun 1929 kepada Karso, Doelgani, dan Senen seluas 4.000 bau. Berdasarkan Keppres No. 32 Tahun 1979 dan Permendagri No. 3 Tahun 1979, tanah bekas hak barat ini dikuasai negara sejak 24 September 1980. Warga Desa Pakel memiliki sejarah panjang dan hubungan erat dengan tanah leluhur mereka.
2. Sertifikat HGU yang Bermasalah: Sejak 1985, PT Bumisari mengklaim menguasai tanah Desa Pakel dengan sertifikat HGU Nomor 8 tahun 1985 yang berlokasi di Desa Songgon. Saksi Firmansyah, karyawan PT Bumisari, mengakui fakta ini dalam persidangan Perkara Nomor 181/Pdt.G/2024/PN.Byw. Pertanyaannya, bagaimana bisa sertifikat di Songgon mengklaim tanah di Pakel?
3. Pemekaran Desa dan Manipulasi Wilayah: Desa Songgon dipecah menjadi Desa Bayu dan Desa Songgon pada tahun 1979 (SK Gubernur Jatim Nomor 23 Tahun 1997). Sementara itu, Desa Pakel dan Desa Kluncing dipindahkan dari Kecamatan Glagah ke Kecamatan Licin pada tahun 2004 (Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 31 Tahun 2004). Perubahan wilayah ini diduga dimanfaatkan untuk memuluskan klaim PT Bumisari.
4. Perpanjangan HGU yang Janggal: Pada tahun 2004, PT Bumisari memperpanjang HGU Nomor 8 (Desa Songgon) dan HGU Nomor 1 (Desa Kluncing) yang akan berakhir pada 31 Desember 2009. Perpanjangan ini disetujui Kepala BPN Jakarta melalui SK Nomor 155/HGU/BPN/2004, berlaku hingga 2034. Surat Keterangan Kepala Desa Kluncing (5 Oktober 2004) dan Kepala Desa Bayu (6 Oktober 2004) digunakan sebagai dasar perpanjangan. Namun, HGU tersebut tetap berlokasi di Desa Bayu dan Desa Kluncing, bukan Desa Pakel.
5. Kriminalisasi Warga dan Aksi Protes: Warga dan ahli waris melakukan protes dan aksi pada tahun 2012 atas penguasaan tanah Desa Pakel oleh PT Bumisari. Ironisnya, banyak warga yang justru dipenjarakan. Ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan kekuatan dan upaya pembungkaman suara warga.
6. Pemecahan HGU dan Pemalsuan Dokumen: PT Bumisari diduga melakukan pemecahan HGU Nomor 8/Desa Bayu menjadi HGU Nomor 00295, 00296, dan 00297. Alamat HGU ini diubah menjadi “Desa Banyuwangi” (desa fiktif) dan luasnya menyusut. Perubahan ini jelas melanggar Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen. Luas awal HGU Nomor 8 adalah 9.995.500 M2, namun setelah pemecahan menjadi 9.951.302 M2, selisih 44.198 M2. Ke mana lahan seluas itu?
7. Surat Sakti dari BPN Banyuwangi: Kepala BPN Kabupaten Banyuwangi menerbitkan surat kepada Kapolresta Banyuwangi (Nomor 992/600.1.35.10/VII/2024, 1 Juli 2024) yang menyatakan Desa Pakel masuk dalam HGU PT Bumisari setelah pemekaran wilayah tahun 2015. Padahal, Kepala Desa Bayu (5 Juni 2025) dan Kepala Desa Songgon (13 Juni 2025) menegaskan tidak ada pemekaran wilayah pada tahun 2015. Surat BPN ini diduga menjadi dasar bagi PT Bumisari untuk mengklaim tanah Desa Pakel.
8. Putusan Pengadilan yang Membongkar Kebohongan: Putusan PT Surabaya Nomor 697/PDT/2025/PT SBY menegaskan bahwa tanah Desa Pakel tidak termasuk HGU PT Bumisari. Surat keputusan Kepala BPN Banyuwangi bertentangan dengan keputusan Kepala BPN Pusat (Nomor 155/HGU/BPN/2004) dan batal demi hukum. Ini adalah bukti nyata adanya manipulasi dan upaya melegalkan penyerobotan.
9. Pelanggaran Hukum Perkebunan: Tindakan PT Bumisari menguasai tanah negara di Desa Pakel untuk usaha perkebunan melanggar Pasal 107 huruf b Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan,”Ungkap Amir Ma’ruf khan. Kamis (09/10/2025).

Lebih lanjut,masih menurut Amir Ma’ruf Khan adanya Indikasi Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang:
Amir Ma’ruf Khan menuding adanya indikasi persekongkolan jahat antara PT Bumisari dan Kepala BPN Banyuwangi untuk merampas tanah negara. Penerbitan sertifikat HGU yang diduga palsu, perubahan identitas alamat, dan luas yang tidak sesuai, menunjukkan adanya motif korupsi.
“Surat keterangan Kepala BPN Banyuwangi dan Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Banyuwangi yang berupaya membenarkan klaim PT Bumisari, terindikasi penyalahgunaan wewenang, persekongkolan, dan pemufakatan jahat. Ini jelas melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” tegas Amir.
Kasus ini adalah ujian bagi penegakan hukum di Indonesia. Apakah keadilan akan berpihak pada warga Desa Pakel yang telah lama menderita, ataukah kekuatan korporasi dan oknum pejabat akan terus merajalela? Masyarakat menuntut transparansi, akuntabilitas, dan tindakan tegas dari pemerintah untuk mengembalikan tanah negara ke tangan rakyat dan menghukum para pelaku kejahatan pertanahan.
(Dra).


