Pembangunan Kantor Camat Ilir Timur II Disorot Camat Lepas Tangan, Publik Pertanyakan Transparansi Anggaran

Pembangunan Kantor Camat Ilir Timur II Disorot Camat Lepas Tangan, Publik Pertanyakan Transparansi Anggaran

BRV.COM-PALEMBANG -Proyek pembangunan Kantor Camat Ilir Timur II Palembang menuai sorotan tajam. Pekerjaan yang seharusnya mengedepankan aspek keselamatan kerja dan transparansi dana publik justru diduga diabaikan oleh pihak pelaksana. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar atas akuntabilitas penggunaan anggaran negara.

Kamis (18/09/2025), awak media yang mendatangi lokasi proyek tidak mendapati pelaksana pekerjaan di tempat. Salah seorang pekerja hanya menyebut bahwa pelaksana sempat hadir pada pagi hari namun kemudian pergi. Fakta ini menambah keraguan publik mengenai pengawasan di lapangan.

Ironisnya, ketika awak media mencoba meminta tanggapan kepada Camat Ilir Timur II M. Irman. S.STP, M.Si., ia hanya berkomentar singkat, “Silakan ke yang mengerjakan proyek saja.” Jawaban ini menimbulkan kesan seakan-akan pihak kecamatan tidak peduli terhadap pembangunan kantor yang justru akan mereka gunakan nantinya. Publik pun menilai, komentar tersebut menunjukkan lemahnya tanggung jawab moral dan pengawasan dari pihak pengguna manfaat proyek.

Dugaan pengabaian aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) juga menjadi sorotan utama. Padahal, kewajiban penerapan sistem manajemen K3 telah ditegaskan dalam Pasal 190 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa setiap pengusaha atau perusahaan yang lalai dalam menerapkan K3 dapat dikenakan sanksi administratif.

Lebih jauh, penggunaan dana publik dalam proyek pembangunan ini juga dipertanyakan. Prinsip transparansi dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mewajibkan setiap penggunaan keuangan negara dikelola secara tertib, taat aturan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab.

Mamat, warga setempat, mengungkapkan keprihatinannya.
“Sangat disayangkan, proyek yang dibiayai uang negara justru tidak memperhatikan keselamatan kerja dan transparansi anggaran. Padahal penerapan K3 itu penting untuk meminimalisir kecelakaan kerja dan memastikan tidak ada pemborosan anggaran,” ujarnya.

Kasus ini menunjukkan adanya dugaan pelanggaran serius yang bukan hanya mengancam keselamatan pekerja, tetapi juga berpotensi menabrak regulasi penggunaan dana publik. Bahkan, apabila terbukti terdapat indikasi penyalahgunaan anggaran, hal ini dapat dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor disebutkan, setiap orang yang dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan Pasal 3 UU Tipikor menegaskan, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Dengan demikian, dugaan kelalaian sekaligus potensi penyalahgunaan anggaran dalam proyek ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Aparat penegak hukum diminta segera melakukan audit dan investigasi agar tidak terjadi praktik korupsi terselubung dalam proyek pembangunan yang menggunakan uang rakyat.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *