Berita Republik Viral Jakarta, 05 Oktober 2025
Konstitusi adalah kitab suci demokrasi. Di dalamnya tertulis jelas arah, cita-cita, dan kewajiban negara terhadap rakyatnya. Salah satu mandat paling fundamental adalah jaminan pendidikan gratis untuk seluruh warga negara. Namun, apa yang kita saksikan hari ini? Pemerintah justru lebih sibuk menggembar-gemborkan program makan gratis ketimbang memastikan pendidikan benar-benar gratis dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
Apakah ini bentuk keberpihakan? Ataukah justru pengalihan isu dari kewajiban konstitusional yang sesungguhnya? Pertanyaan ini harus dijawab dengan serius, karena rakyat berhak tahu ke mana arah kebijakan negara ini dijalankan.
Pasal 31 UUD 1945 menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Bahkan ayat (2) secara eksplisit menyatakan bahwa “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Jelas: yang diwajibkan oleh konstitusi adalah pendidikan gratis, bukan makan gratis. Maka ketika pemerintah menggelontorkan triliunan rupiah untuk program konsumsi, sementara di banyak daerah anak-anak masih dipungut iuran sekolah, biaya buku mahal, dan kuliah makin mencekik, ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanat dasar negara.
Kita tidak menolak gagasan pemenuhan gizi anak. Itu penting. Namun, ketika negara lebih menonjolkan “makan gratis” ketimbang memastikan “pendidikan gratis”, maka sesungguhnya pemerintah sedang salah urus prioritas. Bagaimana mungkin kita membicarakan perut kenyang jika akal dan ilmu anak bangsa masih dibiarkan lapar karena akses pendidikan yang mahal dan timpang?
Lebih parah lagi, program makan gratis yang diklaim sebagai solusi justru sarat masalah. Mulai dari dugaan mark-up anggaran, distribusi pangan basi, hingga potensi keracunan massal. Sementara itu, tuntutan rakyat untuk pendidikan benar-benar bebas biaya, dari SD hingga perguruan tinggi negeri, sering kali dipinggirkan dengan alasan keterbatasan anggaran. Bukankah ini sebuah ironi politik yang memalukan?
Apakah pemerintah lupa bahwa bangsa yang maju bukan karena rakyatnya diberi makan, melainkan karena rakyatnya diberi pendidikan? Negara-negara besar di dunia menempatkan pendidikan sebagai fondasi pembangunan. Tapi di negeri ini, seolah-olah perut lebih penting dari otak. Padahal, tanpa pendidikan yang kuat, anak-anak bangsa hanya akan tumbuh menjadi generasi konsumen, bukan generasi pencipta perubahan.
Kritik ini bukan sekadar soal teknis kebijakan, tapi soal keberanian pemerintah menegakkan konstitusi. Jika program makan gratis lebih diprioritaskan ketimbang pendidikan gratis, maka pemerintah bukan saja melenceng dari jalur, tapi juga berpotensi melanggar kewajiban konstitusionalnya. Dan itu berarti pemerintah sedang mengabaikan sumpah yang diucapkan ketika mengambil alih kendali kekuasaan.
- Kini, sudah saatnya rakyat bersuara lebih lantang. Pemerintah harus kembali ke jalan konstitusi. Berikan pendidikan gratis, bukan sekadar makan gratis. Karena bangsa ini tidak akan maju hanya dengan perut kenyang, tetapi dengan pikiran yang tercerahkan, ilmu yang luas, dan pendidikan yang merata