Hibah Miliaran ke Kejari Banyuasin Diduga Langgar UU, Publik Pertanyakan Independensi Penegakan Hukum

Hibah Miliaran ke Kejari Banyuasin Diduga Langgar UU, Publik Pertanyakan Independensi Penegakan Hukum

BRV.COM-BANYUASIN,Hibah miliaran rupiah dari Pemerintah Kabupaten Banyuasin ke Kejaksaan Negeri Banyuasin kembali memicu kritik keras. Aktivis menilai praktik itu bukan hanya salah urus anggaran, tapi juga berpotensi merusak independensi kejaksaan sebagai penegak hukum.

Aktivis Sumsel, Ari Anggara, menyebut permintaan hibah oleh instansi vertikal seperti kejaksaan tidak etis. “Logika publik bisa bertanya: apakah ada kasus besar yang sedang ditutup-tutupi senilai hibah itu?” ujarnya, Jumat (12/9/2025).

Kritik senada dilontarkan aktivis Banyuasin, Sepriadi Pratama. Ia menuding Pemkab Banyuasin abai terhadap kondisi defisit APBD dan instruksi efisiensi dari pusat. “Rakyat kekurangan layanan dasar, tapi pemda sibuk bangun pagar dan renovasi kantor kejaksaan. Ini ironi,” tegasnya.

Data LPSE mencatat sejak 2022 Kejari Banyuasin rutin menerima hibah dengan nilai akumulasi lebih dari Rp8 miliar, untuk pembangunan pagar, gudang barang bukti, hingga Taman Kanak-Kanak Adhyaksa. Padahal Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 menekankan efisiensi dan pelarangan hibah tak prioritas.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah jelas mengatur bahwa belanja hibah daerah hanya boleh diberikan jika mendukung penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Sedangkan kejaksaan merupakan instansi vertikal dengan anggaran langsung dari APBN, bukan dari APBD.

Bahkan, Pasal 298 ayat (5) UU 23/2014 menegaskan belanja hibah tidak boleh diberikan kepada instansi vertikal, kecuali ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, hibah kepada kejaksaan berpotensi bertentangan dengan regulasi.

Menjawab sorotan itu, Kasi Intel Kejari Banyuasin, Jefry, berdalih hibah tetap untuk kepentingan masyarakat, mulai dari gudang barang bukti hingga pembangunan TK Adhyaksa. “Lihat secara menyeluruh. Hibah ini juga bentuk pengabdian kejaksaan di bidang pendidikan dan dukungan pembangunan daerah,” ujarnya.

Namun aktivis menilai alasan tersebut tak menjawab inti masalah. Hibah kepada kejaksaan dianggap rawan menimbulkan konflik kepentingan. “Publik bisa menafsirkan hibah sebagai barter kenyamanan hukum. Independensi aparat bisa tercoreng,” tegas Sepriadi.

Instruksi Presiden dan ketentuan UU seharusnya menjadi sinyal kuat agar Pemkab Banyuasin menghentikan praktik hibah ke instansi vertikal. “APBD harus diprioritaskan untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar, bukan untuk membiayai fasilitas mewah lembaga pusat,” tandasnya.

 

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *