Beritarepublikviral.com, Madinah-Setiap jamaah yang berangkat ke Madinah pasti menyimpan satu kerinduan besar: dapat memasuki Raudhah. Tempat kecil di dalam Masjid Nabawi itu seolah menjadi magnet yang menyedot air mata, doa, dan harapan jutaan hati. Namun, siapa yang tidak tahu betapa sulitnya memasuki Raudhah? Antrian panjang, jadwal yang ketat, aplikasi nusuk, desakan manusia dari berbagai bangsa, bahkan terkadang kegelisahan dan rasa putus asa hadir di dada para jamaah.
Ada yang sudah berulang kali datang ke Masjid Nabawi, namun selalu gagal masuk ke Raudhah. Mereka hanya bisa melihat dari kejauhan, hati merintih, bibir berdoa, tapi kaki terhalang. Sementara itu, ada pula jamaah yang dengan begitu mudah melangkah. Seolah pintu terbuka lebar untuknya. Bahkan ada yang berlama-lama berjam jam di dalam Raudhah, shalat dengan khusyuk, menangis, berdoa panjang, tanpa ada gangguan berarti.
Mengapa bisa demikian?
Di sinilah rahasia hakikat Raudhah tersingkap. Allah-lah yang mengundang, Allah-lah yang memilih siapa yang akan dimuliakan untuk masuk ke taman surga itu. Bukan semata-mata soal fisik, bukan semata-mata soal kemampuan melawan desakan, bukan sekedar teknologi nusuk melainkan soal undangan langit. Jika hati seseorang benar-benar tulus, suci, penuh kerinduan kepada Allah dan Rasul-Nya, maka bumi seakan menyingkirkan semua penghalang. Ia dimudahkan, seolah Raudhah berkata kepadanya, “Mari, masuklah. Ini taman surga untukmu.”
Sebaliknya, jika hati masih penuh dengan beban dunia, niat yang bercampur dengan kebanggaan diri, atau sekadar ingin berkata “aku sudah masuk Raudhah”, maka meski fisiknya kuat, meski ia mencoba berulang kali, seringkali jalannya tertutup. Ia hanya bisa menatap dari luar, untuk menyadarkannya bahwa surga tidak dibeli dengan sekadar tenaga, tapi dengan ketulusan hati.
Inilah hakikat Raudhah.
Secara fisik, memang Raudhah berada di Masjid Nabawi, di antara rumah Rasulullah ﷺ dan mimbar beliau. Tapi secara batiniah, Raudhah adalah ruang suci antara qalbu (rumah) dan pikiran serta perkataan/mulut (mimbar). Jika hati suci dan pikiran dipenuhi kebaikan, maka seseorang sesungguhnya sudah berada di Raudhah—meski jasadnya belum menjejak karpet hijau itu.
Maka, jangan bersedih jika engkau belum dimudahkan masuk Raudhah fisik, karena yang terpenting adalah bagaimana hatimu membangun Raudhah di dalam dirimu. Dan jangan pula berbangga diri jika engkau sudah berlama-lama di Raudhah fisik, karena yang sejati adalah apakah engkau juga menjaga Raudhah hatimu ketika keluar dari Masjid Nabawi.
Raudhah sejati adalah ketika engkau mampu menghadirkan surga di dalam dirimu, di antara hatimu yang lembut dan ucapan mulutmu yang penuh hikmah. Di situlah hakikat taman surga itu berada.
H. Irwansyah