BRV.COM-JAKARTA Lembaga Tegakan Agenda Reformasi (TEGAR) Sumatera Selatan mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk mengusut dugaan tindak pidana korupsi di tubuh Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Selatan. Desakan ini disampaikan langsung Ketua TEGAR Sumsel, Lukmansyah, usai mendatangi kantor Kejagung, Rabu (3/9/2025).
Menurut Lukmansyah, sejumlah oknum di Sekretariat DPRD Sumsel diduga terlibat dalam praktik pungutan liar (pungli) dan penyimpangan anggaran. Ia menilai Kejagung perlu turun tangan karena laporan yang sebelumnya disampaikan ke Kejati Sumsel tak kunjung menunjukkan perkembangan.
“Kami kesini karena laporan yang telah kita masukan ke Kajati Sumsel belum menunjukan tanda-tanda perkembangan,” kata Lukmansyah.
Lembaga TEGAR Sumsel sebelumnya telah melayangkan surat laporan pengaduan ke Kejati Sumsel pada 13 Agustus 2025. Laporan itu menyoroti indikasi dugaan korupsi dan pungli yang terstruktur, khususnya terkait mekanisme Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) di DPRD Sumsel.
TEGAR menyebut telah mengantongi sejumlah informasi yang dinilai cukup kuat untuk dilakukan pemeriksaan. Lukmansyah mendesak Kejati melalui bidang pidana khusus segera memanggil pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam kasus ini.
Menurutnya, praktik pungli itu terjadi melalui mekanisme perjalanan dinas yang dijadikan celah penyimpangan. Dugaan penyimpangan, katanya, sudah berlangsung lama dan melibatkan pejabat struktural serta staf khusus di lingkungan DPRD Sumsel.
“Kami berharap Kejati Sumsel segera menindak laporan yang telah kami masukan. Kami meminta kejati Sumsel untuk menjalankan tugasnya sesuai amanat undang-undang,” ujarnya.
Seorang sumber internal yang tidak ingin disebutkan namanya menjelaskan, pungutan liar dilakukan dengan kisaran Rp 500 ribu hingga Rp. 1 juta per orang. Uang itu disetorkan agar surat tugas perjalanan dinas dapat diterbitkan tanpa hambatan.
Tak hanya pungli, sumber juga menyebut adanya dugaan manipulasi daftar peserta perjalanan dinas dan kegiatan fiktif. Bahkan ada pegawai yang hanya berangkat satu atau dua hari, tetapi menerima honor seolah mengikuti kegiatan penuh selama sebulan.
Selain itu, masih dikatakan nara sumber, bahwa temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menyoroti hal serupa. Setiap tahun, penyimpangan perjalanan dinas tercatat berulang dengan potensi kerugian negara mencapai Rp. 8 hingga Rp. 10miliar. Namun, pengembalian dana kerap dibebankan kepada pelaksana teknis, bukan kepada pengambil kebijakan.
Meskipun demikian, Kepala Bagian Keuangan DPRD Sumsel, HY, sebelumnya telah membantah tudingan keterlibatan. Ia menyebut prosedur pembayaran telah sesuai aturan yang berlaku dan temuan BPK juga telah ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
Namun bagi TEGAR Sumsel, indikasi yang ada sudah mencerminkan adanya penyimpangan yang sistematis. Mereka berharap aparat penegak hukum segera bertindak cepat agar dugaan praktik korupsi ini dapat dibongkar tuntas.
“Kita berharap APH akan memanggil dan mengusut dugaan tersebut,” tegas Lukmansyah.