BRV-Banyuasin,Konflik agraria antara masyarakat Desa Pangkalan Benteng dan pengusaha sawit David Dinamianto kembali mencuat. Ratusan warga bersama Jaringan Pendampingan Kebijakan Pembangunan (JPKP) Banyuasin menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Banyuasin,Pada Senin (25/8/2025) lalu.
Massa menegaskan bahwa lahan mereka di wilayah Sungai Gulang dan Nipah Kuning, Kecamatan Talang Kelapa, dirampas secara sepihak oleh David melalui perusahaan sawitnya, PT Tata Buana Agro (TBA). “Kami hanya ingin tanah yang sah milik masyarakat Pangkalan Benteng dikembalikan, bukan dikuasai secara semena-mena,” teriak peserta aksi.
Menindaklanjuti hal itu, DPRD Banyuasin menggelar rapat bersama pada Jumat (29/8/2025) yang dipimpin Wakil Ketua I Arpani dan Wakil Ketua III Leddi Risdianto, serta dihadiri Komisi I dan II, Pemkab Banyuasin, dan tokoh masyarakat. Namun, pihak yang dituding sebagai pelaku penyerobotan, yakni BPN, Kepala Desa Gasing Nurbaiti, dan David Dinamianto, tidak hadir. David hanya mengutus dua kuasa hukum PT TBA yang dinilai tidak memahami substansi masalah.
“Kalau untuk menghadirkan orang-orang yang tidak berkompeten seperti ini, untuk apa? Hebat sekali mereka ini, seolah-olah kita dipermainkan,” sindir salah satu peserta rapat dengan nada kesal.
Kepala Desa Pangkalan Benteng, Agus Kurniawan, menegaskan agar perusahaan mengirim perwakilan yang benar-benar kompeten. Sementara itu, JPKP Banyuasin melalui ketuanya, Indo Sapri, mendesak PT TBA ditutup karena terbukti tidak memiliki izin operasional lengkap.
Atas desakan masyarakat, DPRD Banyuasin merekomendasikan agar PT TBA dilarang beraktivitas sebelum ada kejelasan hukum. Wakil Ketua DPRD Banyuasin, Leddy Risdianto, memastikan pihaknya akan memanggil semua pihak terkait serta melakukan tinjauan langsung ke lapangan. “Kami ingin semua membawa dokumen kepemilikan yang sah agar masalah ini dapat diselesaikan secara terang benderang,” tegasnya.
Landasan Hukum:
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA): Menjamin hak-hak rakyat atas tanah dan melarang praktik perampasan atau penguasaan tanah tanpa dasar hukum yang sah.
UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan: Mengatur bahwa setiap perusahaan perkebunan wajib memiliki izin usaha yang lengkap dan jelas. Tanpa itu, segala aktivitas perkebunan dapat dikategorikan melanggar hukum.
Pasal 385 KUHP: Mengatur sanksi bagi pihak yang dengan sengaja menguasai atau menjual tanah tanpa hak, yang dapat dipidana penjara hingga 4 tahun.
Dengan dasar hukum tersebut, aksi masyarakat Desa Pangkalan Benteng bukan hanya soal mempertahankan tanah, tetapi juga menuntut keadilan atas pelanggaran hukum agraria yang diduga dilakukan perusahaan sawit.
Andre