Brv.com, Palembang – Penanganan perkara hukum di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, tengah menjadi sorotan publik. VMR, seorang anak di bawah umur, telah lebih dari dua bulan ditahan di Lapas Kelas II Banyuasin. Keluarganya menilai terjadi kekeliruan penerapan pasal sejak tahap penyidikan hingga putusan pengadilan.
Penasehat hukum VMR, Muhammad Ibrahim Adha, SH., M.H., ECIH, menyebut produk hukum yang digunakan tidak sesuai dengan perbuatan yang dilakukan kliennya. Dalam berkas perkara Nomor: BP/38/III/RES.1.24/2025 tanggal 18 Maret 2025, yang bersumber dari laporan polisi LP/B-180/V/2024/SPKT/Polres Banyuasin, VMR dijerat Pasal 80 ayat (2) jo Pasal 76C UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Namun, dalam resume penyidikan muncul Pasal 80 ayat (2) jo Pasal 76D UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, yang substansinya berbeda karena menjerat perbuatan cabul. Pasal tersebut dinilai tidak relevan dengan fakta kejadian yang dialami VMR.
Proses hukum berlanjut hingga ke tahap persidangan. Jaksa Penuntut Umum mendakwa VMR dengan pasal yang sama dan menuntut pidana penjara tiga tahun serta denda Rp5 juta subsider pelatihan satu bulan di BLK. Dalam putusannya, pengadilan menjatuhkan hukuman dua tahun tiga bulan penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas I Palembang, ditambah tiga bulan pelatihan kerja di Panti Sosial Marsudi Putra Dharmapala Inderalaya.
Padahal, menurut kronologi yang disampaikan kuasa hukum, kasus bermula dari perdebatan di media sosial pada 14 Mei 2024. Saat bertemu, VMR yang merasa terancam karena dikerumuni teman MRS, lawan debatnya, menyiramkan air aki yang dibawanya untuk memperbaiki motor. Siraman tersebut mengenai MRS hingga menimbulkan luka.
Pihak keluarga menilai peristiwa ini tidak tepat dijerat dengan pasal terkait tindak pidana pencabulan. Karena itu, VMR melalui kuasa hukumnya menempuh kasasi ke Mahkamah Agung serta melaporkan kasus ini ke Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan, dan Komisi III DPR RI.
“Jika penerapan pasalnya keliru, maka artinya penyidik, penuntut umum, hingga hakim di dua tingkat peradilan tidak cermat dalam menegakkan hukum. VMR berhak mendapat keadilan yang sebenarnya,” tegas Ibrahim.