Banyuasin,BRV.COM-4 Agustus 2025 — Sebuah ambulans milik Puskesmas Rambutan, Kabupaten Banyuasin, tertangkap kamera dalam kondisi mogok dan terparkir di pinggir Jalan Lintas Sumatera. Peristiwa yang terjadi pada siang hari itu langsung mengundang perhatian publik. Kondisi ambulans yang tampak lusuh, berkarat, dan mogok di jalan menunjukkan bahwa kendaraan tersebut tidak layak jalan. Namun ironisnya, tetap dipaksakan untuk melayani kebutuhan medis masyarakat.
Kondisi kendaraan sangat memprihatinkan: cat kusam, body rusak, dan kerusakan mesin yang menyebabkan mobil mogok di tengah jalan. Bayangkan jika kejadian ini terjadi saat mengangkut pasien dalam kondisi kritis — bisa fatal. Maka timbul pertanyaan serius: apakah anggaran peremajaan kendaraan ambulans memang tidak ada, atau justru sengaja diabaikan?
Keamanan dan kenyamanan pasien harus menjadi prioritas utama dalam pelayanan kesehatan. Ambulans adalah kendaraan publik penyelamat nyawa, bukan sekadar transportasi biasa. Ketika kendaraan mogok di tengah jalan, potensi kehilangan nyawa menjadi nyata — ini bukan kelalaian biasa, ini bisa jadi bentuk pembiaran sistematis yang mengancam keselamatan masyarakat.
Dalam aspek hukum, pengoperasian ambulans yang tidak layak termasuk kelalaian terhadap standar pelayanan publik dan bisa menabrak berbagai regulasi:
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 32: “Fasilitas pelayanan kesehatan wajib menyediakan sarana, prasarana, dan alat kesehatan yang memenuhi standar mutu dan keselamatan.”
Permenkes No. 31 Tahun 2019: Ambulans harus memenuhi syarat laik jalan dan menjamin keselamatan pasien dalam sistem rujukan.
UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pasal 54: menyebutkan sanksi administratif bagi penyelenggara layanan publik yang tidak memenuhi standar.
Dengan fakta-fakta ini, penggunaan ambulans rusak secara terus-menerus bisa dikategorikan sebagai pelanggaran serius atas hak masyarakat untuk mendapat layanan kesehatan yang aman dan bermutu.
Ketua DPW PROGAN (Pro Gerakn Nasional) Sumatera Selatan, Indra Setiawan, SE, angkat bicara terkait insiden ini.
“Kami mendesak Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin untuk segera mengevaluasi seluruh unit kendaraan ambulans yang ada. Ini menyangkut kendaraan pelayanan publik yang menyelamatkan nyawa. Jika masih ada ambulans tidak layak jalan yang beroperasi, itu bentuk pengabaian serius terhadap keselamatan masyarakat,” tegas Indra.
“Kami juga menuntut transparansi anggaran. Jangan sampai masyarakat dirugikan karena kendaraan yang seharusnya menyelamatkan, malah menjadi ancaman. Pemkab harus hadir, jangan tutup mata,” tambahnya.
Peristiwa ini membuka tabir lemahnya pengawasan dan tanggung jawab pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin. Di mana fungsi monitoring? Adakah audit kelayakan kendaraan secara rutin? Apakah dana peremajaan kendaraan tidak dialokasikan atau justru tidak disalurkan sebagaimana mestinya?
“Kalau ambulans mogok waktu bawa pasien, siapa yang tanggung jawab? Ini nyawa manusia loh, bukan mainan,” ujar Sarman (42), warga Rambutan yang melihat langsung kejadian tersebut.
“Kami kecewa. Seharusnya Dinas Kesehatan kontrol kelayakan ambulans. Ini pelayanan kesehatan, bukan sekadar kendaraan biasa,” tambah Fitri (33), warga lainnya.
Ambulans Jangan Jadi Peti Mati Berjalan
Ini bukan sekadar kasus mogok kendaraan — ini sinyal darurat moral dan administrasi dalam pelayanan publik di bidang kesehatan. Pemerintah Kabupaten Banyuasin harus segera:
1. Melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh armada ambulans.
2. Menyampaikan laporan terbuka kepada publik soal kondisi kendaraan dan realisasi anggaran operasional.
3. Memberikan sanksi tegas kepada pejabat atau pengelola fasilitas kesehatan yang terbukti lalai.
Jika terus dibiarkan, ambulans yang mogok bukan hanya menjadi “kendaraan rusak”, tapi bisa menjadi simbol tragis dari kegagalan sistem kesehatan di tingkat daerah.
(Kendra)