PT. Sucofindo Disorot Terkait Dugaan Penyelewengan Dana PSR dan Lahan Fiktif di Banyuasin
Banyuasin,BRV.COM-PT. Sucofindo menjadi sorotan tajam setelah mencuatnya dugaan penyelewengan dana bantuan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan adanya indikasi keberadaan lahan fiktif penerima bantuan di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Perusahaan pelat merah yang berperan sebagai verifikator dan pengawas teknis dalam proses pencairan dana PSR itu dinilai lalai dalam menjalankan tugasnya.
Ketua Lembaga Tegar Sumsel, Lukmansyah, mengkritik keras kinerja PT. Sucofindo. Menurutnya, banyak temuan di lapangan menunjukkan ketidaksesuaian antara penerima bantuan dan persyaratan yang seharusnya dipenuhi.
“Kenyataannya banyak kelompok tani yang sudah menerima dana PSR, tapi progresnya mandek. Sejak 2023, hanya 18 persen pekerjaan yang selesai. Bahkan ada lahan yang ditanami tanaman bukan sawit, tapi tetap menerima bantuan,” ujar Lukmansyah, Rabu, 30 Juli 2025.
Lukmansyah menilai lemahnya proses verifikasi serta minimnya pengawasan membuat program rawan dimanipulasi. Ia juga menyoroti kurangnya transparansi dalam penetapan penerima bantuan oleh pihak Sucofindo.
“Bagaimana bisa lolos verifikasi hanya dengan melihat pemberkasan dari dinas? Tidak ada cek langsung ke lapangan. Pengawasannya hanya dilakukan tiap semester, dan bila ada kesalahan, cukup dicatat tanpa sanksi. Ini membuka celah manipulasi dan potensi kolusi antara dinas, koperasi, dan pihak Sucofindo,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Wilayah PT. Sucofindo, Farakhan, menjelaskan bahwa proses verifikasi PSR melibatkan banyak tahapan, dari tingkat kabupaten, provinsi hingga pusat, sebelum sampai pada Sucofindo sebagai pengawas teknis.
“Sebelum Sucofindo turun, ada beberapa tahapan verifikasi dari lembaga pekebun, kemudian oleh dinas kabupaten, provinsi, hingga ke pusat. Kami hanya masuk pada tahap setelah SK keluar dan pendanaan siap dicairkan,” kata Farakhan.
Ia menambahkan, syarat utama penerima bantuan adalah memiliki lahan sawit dan usia pohon sawit 25 tahun atau tanaman yang tidak lagi produktif. Batas maksimal bantuan adalah untuk lahan seluas empat hektare per individu, dan harus tergabung dalam lembaga pekebun seperti Gapoktan atau koperasi.
Soal minimnya sanksi terhadap pengelola program yang tak memenuhi target, Farakhan menyebut Sucofindo hanya bersifat memberikan catatan dan masukan dalam laporan hasil pengawasan.
“Evaluasi kami berupa catatan teknis. Sanksi bukan kewenangan kami, melainkan mitra kerja dan dinas terkait,” ujarnya.
Program PSR sendiri digulirkan untuk mendukung petani sawit rakyat dalam meremajakan tanaman tua agar lebih produktif. Namun, sorotan terhadap lemahnya verifikasi dan pengawasan mengindikasikan bahwa tujuan program ini berpotensi melenceng dari sasaran. Evaluasi menyeluruh terhadap peran lembaga terkait, termasuk PT Sucofindo, kini menjadi tuntutan publik.
(*)